MUSSO
(Muso Manowar)
Musso atau Paul Mussotte bernama lengkap Muso Manowar atau Munawar Muso lahir di Kediri, Jawa
Timur pada tahun 1897 dan meninggal pada tanggal 31
Oktober 1948 di Madiun, Jawa
Timur. Muso adalah seorang tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an dan dilanjutkan pada Pemberontakan
Madiun 1948.
Musso adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an. Dia
adalah pengikut Stalindan anggota dari Internasional Komunis di Moskwa. Pada tahun 1925, beberapa
orang pemimpin PKI membuat rencana untuk menghidupkan kembali partai ini pada
tahun 1926, meskipun ditentang oleh beberapa pemimpin PKI yang lain
seperti Tan
Malaka. Pada tahun 1926, Musso menuju Singapura dimana dia menerima perintah langsung dari Moskwa untuk
melakukan pemberontakan kepada penjajah Belanda. Musso dan pemimpin PKI lainnya, Alimin, kemudian berkunjung ke Moskwa, bertemu dengan Stalin, dan menerima perintah untuk membatalkan pemberontakan
dan membatasi kegiatan partai menjadi dalam bentuk agitasi
dan propaganda dalam perlawananan nasional. Akan
tetapi, pikiran Musso berkata lain. Pada bulan November 1926, terjadi beberapa
pemberontakan PKI di beberapa kota termasuk Batavia, tetapi pemberontakan itu dapat dipatahkan oleh penjajah
Belanda. Musso dan Alimin ditangkap. Setelah keluar dari penjara Musso pergi ke
Moskwa, tetapi kembali ke Indonesia pada tahun 1935 untuk memaksakan "barisan populer" yang dipimpin
oleh 7 anggota Kongres Komintern. Akan tetapi, dia dipaksa untuk meninggalkan Indonesia dan kembali ke Uni
Soviet pada tahun 1936.
Pada 11
Agustus 1948, Musso kembali ke Indonesia lewat Yogyakarta. Pada tanggal 5
September 1948, dia memberikan pidato yang menganjurkan agar Indonesia
merapat kepada Uni
Soviet.
Pemberontakan terjadi di Madiun, Jawa
Timur ketika beberapa militan PKI
menolak untuk dilucuti. Pihak militer menyebutkan bahwa PKI memproklamasikan "Republik
Soviet Indonesia" pada tanggal 18
September 1948 dan mengangkat Musso sebagai presiden dan Amir
Sjarifuddin sebagai perdana menteri. Akan
tetapi pemberontakan dapat dipadamkan oleh pihak militer. Pada tanggal 30
September1948, Madiun direbut oleh TNI dari Divisi
Siliwangi. Ribuan kader partai terbunuh dan
sejumlah 36.000 orang dipenjarakan. Di antara yang terbunuh adalah Musso pada
tanggal 31
Oktober, ketika rombongannya bertemu
dengan pasukan TNI yang memburunya.
Fakta
menariknya yaitu ternyata Muso adalah
keturunan pendiri Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Ia adalah anak dari
KH Hasan Muhyi alias Rono Wijoyo, seorang pelarian pasukan Diponegoro yang menikah dengan Nyai Juru. Sebagai anak seorang kyai dan berada di
lingkungan pesantren, sejak kecil tentu saja Muso kecil rajin nyantri. Cerita
ini disampaikan oleh KH Mohammad Hamdan Ibiq, pengasuh Ponpes Kapurejo, Pagu,
Kediri. Menurut Gus Ibiq, Muso selain masih keluarganya, juga pernah nyantri
layaknya putra para kyai, penuturan ini berdasarkan cerita dari para
leluhurnya.
Saat
di Surabaya, Musso pernah kos di Jl. Peneleh VII No. 29-31 rumah
milik HOS Tjokroaminoto, guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso, di rumah
kos itu juga ada Soekarno,
Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo. Musso, Alimin, dan Semaun dikenal
sebagai tokoh kiri Indonesia. Sedangkan nama yang terakhir, menjelma menjadi
tokoh Darul Islam, ekstrem kanan. Mereka dicatat dalam sejarah perjalanan
revolusi di Indonesia.
Saat
kos itu, Musso menjadi salah seorang sumber ilmu Bung Karno dalam setiap
percakapan. Seperti misalnya saat Musso menyoal penjajahan Belanda,
"Penjajahan ini membuat kita menjadi bangsa kuli dan kuli di antara
bangsa-bangsa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar